Kali ini aku akan cerita tentang sejarah atau asal usul tempat
tinggalku, yaitu Desa Wates. Desa Wates adalah salah satu desa yang
masuk wilayah Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, Jawa timur, Indonesia.
Menuju desa ini tidak sulit. Jarak dari pusat kota Magetan kurang lebih 5km
arah utara. Jalannya juga sudah diaspal halus.
Batas-batas desa wates :
Sebelah utara : Desa Sidowayah
Sebelah timur : Desa Bogem
Sebelah selatan : Desa Milangasri
Sebelah barat : Desa Milangasri
Bagaimana asal usul terjadinya
desa wates yang sangat luas ini?
Desa Wates terdiri dari 4 dukuh,
yakni Dukuh Kerep, Dukuh Sedran (letak
rumahku), Dukuh banaran, dan Dukuh Wates. Dukuh-dukuh itu pun punya cerita
sendiri sendiri
Mula pertama dinamakan Desa Wates (wates=batas) karena dulu
desa ini adalah batas antara Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan. Namun ada
cerita yang menarik tentang asal usul terjadinya Desa Wates iti sendiri.
Pada jaman dahulu Desa Wates ini
dihuni oleh sekelompok “brandal” atau penjahat yang suka merampok, mencuri,
mengacau, dan membuat kerusuhan di desa-desa sekitar kabupaten magetan dan
ngawi. Hal ini menyebabkan penguasa Kabupaten Magetan dan Ngawi merasa jengkel
sehingga Bupati Ngawi mengadakan sayembara. Barang siapa dapat menangkap dan
memberantas brandal brandal itu, ia akan diberi hadiah kedudukan sebagai PALANG (jabatan pada jaman penjajah
belanda setingkat kepala desa), yang menguasai 8 desa sekitarnya. Akhirnya ada
seorang pendekar dari Kabupaten Magetan yang berani mengikuti sayembara
tersebut. Ia bernama DIPOKOESOEMO. Ternyata ia bisa memberantas gerombolan
brandal yang selalu membuat resah masyarakat, sehingga keadaan daerah Kabupaten
Magetan dan Ngawi menjadi aman dan tentram. Sesuai dengan janji Bupati Ngawi, Dipokoesoemo diangkat menjadi palang di
Wates dan menguasai desa desa : Milangasri,
Kentangan, Bogem, Terung, Ginuk, Taji, dan Sidowayah. Akhirnya karena perkembangan jaman dan aturan aturan
yang ada wilayah desa wates yang demikian luas itu dipisah-pisah sehingga
desa-desa tersebut berdiri sendiri sendiri. Dan desa wates juga berdiri sendiri
yang dipimpin oleh Dipokoesoemo
selama 50 tahun. Setelah meninggal dunia ia dimakamkan di makam Desa Wates sebelah barat.
Bagaimana terjadinya dukuh dukuh
di desa ate situ?
1.
Dukuh Kerep
Diwilayah ini dahulu banyak
dekali penghuninya bila dibandingkan dengan penghuni di wilayah lain. Tempat
tinggal penduduk dengan penduduk lain juga berdekatan. Maka oleh Palang Dopokoesoemo diberi nama Dusun
Kerep (kerep=rapat/padat)
2.
Dukuh Sedran
Ketika palang dopokoesoemo sedang
babat hutan di salah satu tempat di wilayahnya sebelah barat, ia bertemu
seorang pangeran (sebutan pangkat di suatu kerajaan) yang sedang NYADRAN
(selamatan) di suatu tempat. Dipokoesoemo berpikir sejenak dan akhirnya
menamakan tempat pangeran itu dukuh sadran. Kemudian ganti ucapan menjadi Dukuh Sedran.
3.
Dukuh Banaran
Palang Dipokuosoemo merasa belum puas dengan wilayahnya itu. Ia memperluas
daerah kekuasaannya ke arah timur Dukuh Kerep. Didaerah sini lebih datar di banding
dukuh dukuh yang lain. Maka Dipokoesoemo
menamainya Dukuh Banaran (banar=datar)
4.
Dukuh Wates
Sudah jelas nama wates karena
dulu merupakan batas antara kabupaten magetan dan nyawi
Berturut turut yang menjadi
kepala desa wates yang diketahui adalah :
1. Dipokoesoemo /palang :
1868-1919
2. Setrotaruno :
1919-1939
3. Asmogudel :
1939-1948
4. Sarmin :
1948-1951
5. Wardi (dari dukuh wates) :
1951-1965
6. Suwardi (dari dukuh kerep) :
1958-1965
7. Pelda Sukiran (caretaker) :
1965-1971
8. Serma Siaji (caretaker) :
1971-1980
9. Serka Yasir (caretaker) :
1980-1988
10. Lugito :
1988-1998
11. Jumali :
1998-2006
12. Jumali :
2006-2012
13. Suwarno :
2012-sekarang
*caretaker
: diangkat pemerintah (bupati)
Mantabb penghuni wates
BalasHapusMantabb penghuni wates
BalasHapusSejarahe desoku malah ta ngerti
BalasHapusSampean sedran sebelah mana
BalasHapusAku banaran ea :)
BalasHapusIni data sejarah dr mna sumbernya?
Hapus